WAKATOBI, investor.id - Meski hanya 30 menit, kedatangan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno langsung membawa perubahan di Desa Wisata Liya Togo, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kedatangan Sandiaga yang dijadwalkan untuk mengunjungi desa wisata terpaksa hanya sebentar. Sebab, ia harus melakukan rapat di Istana. Meski singgah sekitar 30 menit, antusiasme masyarakat yang datang menyambut Sandiaga sangat tinggi dan ramai.
Masyarakat juga cukup puas dan bangga karena desanya sudah divisitasi Mas Menteri, sapaan akrabnya, karena jarang-jarang desa mereka dikunjungi oleh pejabat negara. InI karena Desa Wisata Liya Togo di Wakatobi berhasil masuk dalam 50 besar desa wisata terbaik di ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.

Selain itu, saat kunjungan Sandi ada pergerakan ekonomi juga cukup ada peningkatan. Pasalnya, para pedagang kaki lima, baik itu makanan kecil dan lainnya, malah naik omsetnya. Sehingga, kedatangan Sandi justru malah meningkatkan atau membangkitkan ekonomi masyarakat.
Selain itu, salah satu produk wisata bukan lokasi melainkan juga suvenir yang menjadikan ciri khas suatu daerah wisata. Produk-produk tersebut memang harus memiliki ciri khas dari suatu daerah tersebut, sehingga tidak hanya memiliki nilai ekonomis melainkan juga nilai sentimental yang bisa menjadi suatu kenangan terhadap lokasi tersebut.
Suvenir menjadi salah satu tanda dari lokasi wisata tersebut. Bahkan banyak wisatawan juga membeli cinderamata sebagai buah tangan dan juga untuk kenangan kalau dia pernah berkunjung suatu tempat wisata. Hal tersebut juga ditemukan di Desa Wisata Liya Togo, Wakatobi, Sultra.
"Siapa yang tidak kenal dengan Wakatobi, maka akan banyak wisatawan yang mencari suvenir seperti kaos bertuliskan atau gambar lokasi tersebut. Apalagi kita tahu kalau suvenir juga masuk dalam ekonomi kreatif,” kata Sandiaga dalam keterangannya kepada Beritasatu.com, Senin (29/11/2021).
Namun, Mas Menteri mendapatkan informasi bahwa masyarakat Desa Wisata Liya Togo mengalami kendala bila ingin membuat suvenir. Pengelola desa melapor ke Mas Menteri mereka belum memiliki mesin jahit dan mesin bordir demi keperluan peningkatan fesyen mereka.

Selama ini desa menjahit dan membordir menggunakan jasa desa lain dan mengeluarkan biaya yang cukup mahal, sehingga mendapatkan keuntungan yang sedikit.
“Padahal mereka itu yang mendesain tapi karena tidak ada mesinnya maka mereka bawa ke lokasi lain sehingga keuntungannya sangat sedikit dan juga proses pembuatannya menjadi memakan waktu lebih lama,” tegasnya.
Bahkan salah satu perajin mengaku bahwa keuntungan mereka sangat sedikit karena harus menjahit dan membordir di desa lain. Hal tersebut pastinya bisa membuat pendapatan mereka berkurang. “Jadi Mas Mentri, Kalau kita punya mesin sendiri tentunya berbeda pendapatannya,” tutur ibu-ibu pengrajin.
Untuk itu, Mas Menteri melalui kementerian memberikan dua mesin jahit dan dua unit mesin bordir yang telah dipesan dari Kendari. Dia berharap bantuan ini bisa membuat pendapatan para pembuat suvenir ini naik pendapatannya sehingga meningkatkan ekonomi penduduk desa.
Salah satu pengrajin mengucapkan terima kasih kepada Mas Menteri terkait dengan hadiah mesin jahit dan mesin bordirnya. “Terima Kasih Mas Menteri atas mesin jahit dan bordirnya, jadi kita tidak usah bordir di luar desa,” ujar wanita yang berjualan syal dan sarung khas Wakatobi.
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)
Sumber : BeritaSatu.com
Berita Terkait