

Deputi Direktur Pengawasan Asuransi Otoritas Jasa Keuangan Kristianto Andi Handoko (empat dari (kiri), Direktur Beritasatu Media Holdings Primus Dorimulu (kanan), bersama peraih pemenang Unit Link Terbaik kategori Saham (ki-ka) Portofolio Manager Allianz Life Indonesia Andi Rahman Abduljalil, Corporate Communication PT Allianz Life Indonesia Syahnovar Datau, Head of Investment Marketing PT AIA Financial Indonesia Anita Abdulkadir, Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia Edy Tuhirman, Chief Investment Officer PT BNI Life Bedie Roesnady dan VP Finance Operations, Syariah, Treasury, and Corporate Tax PT Prudential Life Assurance Imelda Pusposari, saat acara Investor-Infovesta Unit Link Awards 2020 di Jakarta, Selasa (25/2/2020). Foto: Investor Daily/Uthan A Rachim
OJK: Persaingan Unit Link Makin Ketat, Kuenya Masih Besar
Prisma Ardianto (prisma.ardianto@beritasatumedia.com)
JAKARTA, investor.id – Kepercayaan masyarakat terhadap produk unit link di Indonesia masih tinggi. Hal itu disebabkan oleh manfaat dan imbal hasil yang menarik, disamping pengelolaannya yang hati-hati. Itulah sebabnya, pertumbuhan premi unit link dalam dua tahun terakhir mencapai dua digit.
Saat ini, dana kelolaan unit link mencapai Rp 248 triliun dengan pangsa pasar sebesar 55% dari total premi asuransi jiwa. Ke depan, potensi pertumbuhan produk unit link masih sangat besar. Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau perusahaan asuransi jiwa untuk meningkatkan kualitas tata kelola produk unit link.
Demikian terungkap dalam acara ”Penganugerahan Unit Link Terbaik 2020” yang digelar Majalah Investor dan PT Infovesta Utama di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Deputi Direktur Pengawasan Asuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kristianto Andi Handoko menyebut, eksistensi perusahaan asuransi jiwa sebagai penjual produk unit link sedikit terancam. Sebab industri asuransi umum pun menginginkan ada regulasi yang memperbolehkan menjual produk PAYDI serupa unit link. "Jadi persaingan akan makin ketat, tapi kuenya masih lumayan besar," tambah dia.

Menurut Kristianto, bakal banyak produk yang ditawarkan jika nantinya perusahaan asuransi umum diperbolehkan melakukan bisnis itu. Setidaknya ada 80 perusahaan yang berpotensi ikut serta menggarap potensi yang masih terbuka lebar. Dengan begitu, pihaknya yakin prospek produk unit link pada tahun ini akan tumbuh seperti yang diharapkan.
Meski demikian, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait PAYDI yang menjadi dasar aturan menjual produk investasi bagi asuransi umum masih dalam proses kajian.
OJK, kata dia, beberapa waktu belakangan sedang memperhatikan kesiapan asuransi umum sebagai penyelenggara unit link, terutama persiapan terkait infrastruktur dan sumber daya manusia.
"Infrastrukturnya harus disiapkan, tidak semata-mata mereka punya produk lalu kita approve, kemudian tinggal jual," tandas Kristianto.
Hal senada disampaikan Direktur Infovesta Utama Parto Kawito. Produk-produk unit link memiliki keunggulan kinerja secara historis melalui imbal hasilnya berdasarkan evaluasi hingga akhir 2019. Industri asuransi di Indonesia secara prospek memang masih bertumbuh. Premi unit link masih terus bertumbuh, dengan pangsa pasar mencapai 55% terhadap total premi asuransi jiwa pada 2019.
"Artinya, terdapat peluang besar dan ruang gerak bagi perusahaan asuransi untuk mengembangkan produk unit link, karena penetrasi masih sekitar 2%," jelas dia.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan, perolehan premi unit link pada 2019 menunjukkan dua catatan besar. Pertama, lebih dari setengah perolehan premi industri disokong produk unit link. Kedua, saat total pertumbuhan premi cenderung stagnan, unit link masih konsisten tumbuh dua digit.
"Ini menunjukkan bahwa kepercayaan dan minat masyarakat terhadap produk unit link masih tinggi. Saya mengajak setiap perusahaan asuransi jiwa untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Segenap insan asuransi jiwa harus ingat bahwa salah satu fundamental utama bisnis asuransi jiwa adalah kepercayaan masyarakat," ujarnya.
Kendati demikian, Budi pun mengimbau agar perusahaan asuransi jiwa dengan sungguh-sungguh mengedepankan prinsip kehati-hatian dan berorientasi pada nasabah. Sehingga prospek dan potensi produk unit link bisa terus dipercaya dan diminati masyarakat.

Sementara itu, Head of Equity & Alternative Asset BNI Life Relix Arnold mengatakan, aspek kehati-hatian mesti diperhatikan. Dengan demikian, segala risiko tentang investasi dapat dikendalikan oleh perusahaan asuransi. "Kita melihat (instrumen investasi) dari fundamentalnya, teknis, dan makroekonominya," ujar dia.
Tantangan Penerapan IFRS

Sementara itu, News Director Berita Satu Media Holdings Primus Dorimulu menyebutkan, premi unit link masih terus tumbuh. Pada 2019, pertumbuhannya mencapai 13,46%, lebih tinggi dari kenaikan tahun sebelumnya sebesar 10,62%.
Sedangkan premi asuransi jiwa tahun lalu hanya tumbuh 0,58%.
Di industri asuransi jiwa, kata Primus, produk unit link masih dominan. Tahun lalu, pangsanya masih 55,24% dari total premi asuransi jiwa. ”Adapun perbandingan premi unit link dibanding tradisional mencapai 105%,” ujarnya.

Primus menegaskan pula bahwa transparansi dalam penjualan dan pengelolaan unit link masih perlu ditingkatkan. Biaya akuisisi dinilai terlalu tinggi. Selain itu, laporan pengelolaan investasi kurang update.
Dia juga mengungkapkan tantangan penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) 17. Yakni, investasi unit link nanti tidak dibukukan sebagai pendapatan, sehingga aset perusahaan asuransi bisa menicut.

Awalnya, IFRS 17 akan diterapkan pada 2021, namun pelaku industri minta diundur menjadi 2025. (hg)
Editor : Gora Kunjana (gora_kunjana@investor.co.id)
Sumber : Investor Daily