SYDNEY, investor.id – Pemerintah Australia secara resmi memulai program untuk melengkapi angkatan lautnya dengan kapal selam tenaga nuklir. Ini menjadi salah satu strategi aliansi pertahanan baru dengan Inggris dan Amerika Serikat (AS).
Menteri Pertahanan Australia, Peter Dutton bersama para diplomat AS dan Inggris menandatangani perjanjian yang memungkinkan pertukaran informasi propulsi nuklir angkatan laut di antara ketiga negara.
Ini adalah perjanjian pertama tentang teknologi yang ditandatangani secara publik, sejak tiga negara tersebut mengumumkan pembentukan aliansi pertahanan AUKUS pada September 2021. Aliansi dibentuk untuk menghadapi ketegangan strategis di wilayah Pasifik di mana persaingan Tiongkok-AS semakin meningkat.
Kesepakatan itu akan membantu pemerintah Australia menyelesaikan studi 18 bulan pengadaan kapal selam, kata Dutton. Sebelumnya ia menandatangani perjanjian dengan Kuasa Usaha AS, Michael Goldman dan Komisaris Tinggi Inggris (duta besar) Victoria Treadell di Canberra, ibukota Australia.
Rincian pengadaan belum diputuskan, termasuk apakah pemerintah Australia akan memilih kapal berbasis kapal selam serangan bertenaga nuklir milik AS atau Inggris.
"Dengan akses ke informasi yang diberikan perjanjian ini, ditambah dengan pengalaman puluhan tahun tenaga nuklir angkatan laut yang dimiliki mitra kami Inggris dan AS, Australia juga akan diposisikan untuk menjadi operator teknologi ini yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan," kata Dutton dalam sebuah pernyataan, Senin (22/11), yang dikutip AFP.
Menjelang penandatanganan, Presiden AS Joe Biden mengatakan dalam sebuah memorandum yang menyetujui kesepakatan pada Jumat (19/11) bahwa perjanjian akan meningkatkan postur pertahanan timbal balik di ketiga negara.
Di bawah kesepakatan AUKUS, pemerintah Australia akan memperoleh delapan kapal selam bertenaga nuklir tetapi juga memiliki senjata konvensional yang mampu melakukan misi jarak jauh secara diam-diam. Kesepakatan tersebut juga juga menyediakan jalur untuk saling berbagi teknologi dunia maya, kecerdasan buatan (AI), kuantum, dan kemampuan bawah laut yang tidak ditentukan.
Perjanjian tersebut telah membuat marah pemerintah Tiongkok, yang menilainya sebagai ancaman yang sangat tidak bertanggung jawab terhadap stabilitas di wilayah tersebut.
Pengumuman tersebut juga membuat marah pemerintah Prancis, yang pada saat-saat terakhir baru mengetahui bahwa kontrak kapal selam diesel-listrik dengan Australia telah dibatalkan. Nilai kontrak yang gagal ditandatangani tersebut diperkirakan mencapai Aus$ 90 miliar atau setara US$ 65 miliar.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison menyatakan tidak menyesal tentang penanganannya terhadap perjanjian tersebut. Ia bersikeras itu adalah kepentingan nasional negara dan bahwa dirinya tahu itu akan menyinggung beberapa pihak.
Editor : Happy Amanda Amalia (happy_amanda@investor.co.id)
Sumber : AFP
Berita Terkait