JAKARTA, investor.id – Mengawali pembukaan pekan pagi ini, Tim riset ICDX menyebut harga minyak terpantau bergerak bullish didukung oleh potensi pengetatan pasokan pasca pengumuman force majeure oleh Libya serta sinyal konflik Ukraina yang semakin meningkat. Meski demikian, potensi penurunan permintaan dari Tiongkok membatasi pergerakan harga lebih lanjut.
Dua pelabuhan pemuatan ekspor Libya yaitu Mellitah di Libya barat dan Zueitina di Libya timur terpaksa dihentikan sementara akibat aksi protes terbaru yang menyerukan Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah untuk turun. Perusahaan minyak negara, National Oil Corp (NOC) pada hari Minggu menyatakan secara resmi status force majeure di kedua pelabuhan tersebut. Selain pelabuhan, ladang minyak di El-Feel yang memproduksi 65 ribu bph juga dihentikan sementara.
Baca juga: Harga Minyak Naik di Tengah Kekhawatiran Pasokan
Tim riset ICDX menyebut, turut mendukung pergerakan harga minyak, Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak melontarkan ancaman jika lebih banyak negara bergabung dengan larangan impor energi Rusia, harga minyak berpotensi naik ‘secara signifikan melebihi’ level tertinggi dalam sejarah. “Ancaman tersebut menyusul rencana dari pemerintah Uni Eropa (UE) pekan lalu yang sedang menyusun proposal embargo minyak Rusia,” tulis Tim riset ICDX dalam risetnya, Senin (18/4/2022).
Dari Eropa timur, Ukraina dilaporkan telah menyelesaikan kuesioner keanggotan UE, yang menandai proses awal bergabungnya Ukraina ke UE, ungkap Ihor Zhovkva, wakil kepala kantor Presiden Volodymyr Zelenskiy pada hari Minggu. “Berita tersebut memicu kekhawatiran akan eskalasi tensi lebih lanjut atas konflik Ukraina, mengingat salah satu penyebab awal dimulainya konflik adalah niat Ukraina bergabung dengan NATO yang ditentang keras oleh Rusia,” tambah Tim riset ICDX.
Baca juga:Minyak Naik saat UE Kemungkinan Secara Bertahap Larang Impor Minyak Rusia
Sementara itu, Tim riset ICDX menyebut, potensi penerapan penguncian yang lebih ketat di Tiongkok akibat Covid-19 memicu kekhawatiran akan penurunan permintaan minyak dari negara importir minyak terbesar pertama dunia itu. Shanghai yang menjadi kota pusat keuangan sekaligus salah satu pusat wabah Covid-19 di Tiongkok, melaporkan tiga orang yang terinfeksi meninggal pada hari Minggu, pertama kalinya selama wabah saat ini.
Pabrik penyulingan Tiongkok berencana memangkas produksinya bulan ini sekitar 6%. Angka itu merupakan level yang terakhir terlihat saat awal pandemi dua tahun lalu - untuk mengurangi peningkatan stok bahan bakar akibat penguncian baru-baru ini, ungkap analis dan sumber industri.
“Melihat dari sudut pandang teknis, harga minyak berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level US$115 per barel. Namun, apabila menemui katalis negatif maka harga berpotensi turun ke support terdekat di level US$100 per barel,” kata Tim riset ICDX.
Editor : Indah Handayani (indah.handayani26@gmail.com)
Sumber : Investor Daily
Berita Terkait